NAMA : RIO
FAKHROZI
NPM
: 16111244
KELAS
: 2KA24
1. Sebutkan dan Jelaskan Jenis-Jenis Konflik
Konflik
organisasi (Organizational conflik) adalah ketidak sesuaian antara dua atau
lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya
yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa
mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik
organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang
dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain.
Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat
satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan
kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting.
Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.
Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.
Jenis-jenis
konflik
§ Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran
(role)
§ Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar
keluarga, antar gank).
§ Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir
(polisi melawan massa).
§ Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang
saudara)
§ Konflik antar atau tidak antar agama
§ Konflik antar politik.
2. Sebutkan Sebab-Sebab Timbulnya Konflik.
Faktor- faktor penyebab
konflik beraneka ragam, yaitu:
1. Komunikasi: pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
2. Struktur:
Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan- kepentingan atau
sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya
yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok- kelompok
kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai atau persepsi.
3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai atau persepsi.
4. Kelangkaan
sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi
yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.
5. Saling
ketergantungan pekerjaan.
6. Ketergantungan
pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu
arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih
tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk
bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.
7. Ketidakjelasan
tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang
tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak
atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan
masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat
menimbulkan konflik.
8. Ketidakterbukaan
terhadap satu sama lain
9.
Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.
10.
Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang,
mekanisme kerja dan pembagian tugas.
11. Kelompok
pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.
12. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi
terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit
diserasikan.
3. Contoh Konflik Dalam Organisasi.
Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama. Hal ini sering disebabkan oleh perbedaan- perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan seperti antara manajer dan bawahan.
3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, seperti seorang individu dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma- norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama. Karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, harga- harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien.
Contoh Konflik dan
Solusi Mengatasinya
Oleh :
Septian Prima Rusbariandi
11208153/ 2EA03
Awalnya
Bantu Orangtua, Lama-lama Terjebak…
Laporan wartawan KOMPAS, Ester Lince Napitupulu
Senin, 15 Juni 2009 | 09:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak anak usia wajib belajar yang putus
sekolah karena harus bekerja. Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah
karena anak usia wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa
hambatan, termasuk persoalan biaya.
Demikian pernyataan itu dikemukakan oleh Unifah Rosyidi, Ketua
Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di acara pelatihan
tentang Pengurangan Pekerja Anak kerja sama PGRI – ILO IPEC di Jakarta, yang
berlangsung sejak Sabtu hingga Senin (15/6) ini. Berdasarkan data survei anak
usia 10-17 tahun yang bekerja, seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik
pada 2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah menjadi pekerja.
Unifah mengatakan, dari hasil studi tentang pekerja anak yang
dilakukan PGRI dengan ILO-East tahun 2008 di Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat, ditemukan bahwa anak-anak usia
9-15 tahun terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk
terhadap kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
“Awalnya mereka membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak
menjadi pekerja permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus
sekolah,” kata Unifah.
Karena itu, lanjut Unifah, bagi anak-anak miskin, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) saja belum cukup. Pemerintah dan sekolah juga mesti
memikirkan pemberian beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis,
serta biaya transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib
belajar tidak terbebani dengan biaya pendidikan.
Solusi
dalam menyikapi konflik diatas:
Sudah bukan hal baru lagi ketika kita mendengar kemiskinan menjadi
suatu polemik yang selalu menghantui masyarakat ekonomi kelas bawah. Pendidikan
yang seharusnya dikenyam seluruh lapisan masyarakat, khususnya di usia
anak-anak, harus terbengkalai tak terurus begitu saja dikarenakan himpitan
ekonomi yang menyelimutinya. Seperti uraian permasalahan tercantum diatas, tak
seharusnya pula kita berhenti untuk berfikir bagaimana agar sekiranya konflik
semacam itu dapat dihindari atau paling tidak dapat diminimalisir seoptimal
mungkin.
Seorang anak seolah merasa terpaksa membantu orangtuanya dengan
bekerja turut mencari penghasilan tambahan, namun karena desakan berbagai faktor,
seperti waktu, rasa lelah seusai bekerja, tidak terfokusnya pikiran, ataupun
hubungan sosial dengan temannya, jelas secara perlahan hal tersebut akan
menyebabkan si anak mengeluarkan keputusan untuk berhenti sekolah. Sangat
disayangkan memang, ibarat melakukan pengorbanan untuk dapat meraih sepeser
uang dengan cara membayarnya dengan pendidikan, yang notabene nilai pendidikan
ialah jelas jauh punya nilai guna dikemudian hari kelak. Bahkan cukup ironi
jika ada orangtua dari keluarga ekonomi kurang mampu yang sampai beranggapan
bahwa bersekolah dikatakan hanya akan menambah pengeluaran dari pengahasilan
yang telah didapatnya.
Pemerintah pun sebagai wahana dalam memberikan pelayanan dirasa
belum efektif dalam mengayomi masyarakatnya. Program-program pemerintah yang
ditujukan kepada sekolah dasar sampai sekolah menengah, seperti Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) ataupun Dana program kompensasi pengurangan subsidi
(PKPS) BBM untuk pendidikan faktanya belum cukup untuk mensiasati permasalah
ini. Karena permasalahan akan sekolah tidak bisa berhenti hanya dengan
pembayaran iuran SPP saja, tapi juga perlu diperhatikan permasalahan lain yang
cukup berpengaruh terhadap sisi psikologis anak misalnya masalah pembelian buku
pelajaran, biaya transportasi, biaya seragam sekolah dan juga tak ketinggalan
status sosial anak dimata anak-anak yang mungkin lebih mampu yang disinyalir
sebagai penyebab munculnya rasa malas dating ke sekolah yang ujungnya ialah
berhenti bersekolah.
Kini menjadi tugas urgen bagi Pemerintah maupun orangtua untuk
sekiranya dapat berfikir mengeluarkan inisiatif demi mengatasi konflik semacam
ini, orangtua sebagai orang terdekat dengan anak sudah seharusnya berfikir
jernih untuk dapat memberikan pengarahan yang lebih tepat bagi anak-anaknya,
orangtua harus menyadari bahwa si anak haruslah diberikan haknya untuk
memperoleh pendidikan, memberikan pengarahan agar anak meyakini bahwa
pendidikan merupakan bekal penting dalam menjalani kehidupan dan orangtua pun,
khususnya ayah, harus menyadari bahwa menafkahkan keluarga itu sudah merupakan
kewajibannya.
Berbicara seorang ayah atau orangtua yang menganggur, dalam hal
ini jelas perlu adanya turun tangan pemerintah untuk memberikan perhatian penuh
akan problem ini. Pemerintah haruslah secara intensif dan gencar-gencarnya
untuk terus memberikan penyuluhan pengajaran keterampilan bagi masyarakat
pengangguran, untuk kemudian memberikan modal yang sepantasnya demi membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat tak mampu. Sehingga jika memang orangtua
sudah merasa cukup dengan ekonominya, sudah barang tentu si anak akan di
sekolahkan sesuai tuntutan yang berlaku.
Bagitu pula halnya, dengan sikap golongan-golongan masyarakat
ekonomi sangat mampu, sungguh sangat diharapkan timbulnya rasa humanisme atau
kepedulian sosial terhadap masyarakat miskin yang ada. Jujur saja sangatlah
lucu ketika jurang antara si Kaya dan si Miskin masih sangat curam, disatu sisi
si Miskin yang untuk mengenyam pendidikan dasarpun harus terhalang karena
himpitan ekonomi, sedangkan di sisi lain sebagian oknum dari pihak si Kaya
masih seolah tidak melihat masyarakat kelas bawah yang ada dihadapnnya. Lebih
lanjut, memang perlu adanya kesadaran terhadap pribadi-pribadi jiwa manusia
untuk menumbuhkan rasa keadilan. Dalam hal kehidupan beragama, Islam pun sebenarnya
sangat menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan di
dalam masyarakat dapat dihilangkan. Firman Allah SWT, “… supaya harta itu
jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …” (QS.
Al-Hasyr : 7). Selebihnya peran pemerintah sebagai saran atau mediator dalam
mengkoordinir masyarakatnya sangatlah dibutuhkan agar sistem yang seharusnya
dijalankan tidak terdiam hanya terpaku seolah tak ada jalan keluar terhadap
permasalahan yang melanda warganya. Dan kita sebagai individu manusia sekiranya
turut juga berperan agar bisa lebih berkontribusi terhadap masyarakat kelas
bawah agar dapat hidup bersama berdampingan tanpa melupakan hak yang sudah
sepantasnya mereka peroleh. ()
4. Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah
menentukan suatu jalan keluar dengan berkomunikasi secara bersama -
sama. Keputusan terdiri dari :
· Keputusan
Strategis
Yaitu keputusan yang dibuat oleh
manajemen puncak dari suatu organisasi.
· Keputusan
Taktis
Keputusan yang diambil oleh
manajement menengah.
· Keputusan
Operasional
Keputusan yang dibuat oleh
manajemen bawah.
Pengambilan
keputusan secara universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai
alternative. Pengertian ini mencakup baik pembuatan pilihan maupun pemecahan
masalah. Langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan:
Menurut Herbert A. Simon, Proses pengambilan
keputusan pada hakekatnya terdiri atas tiga langkah utama, yaitu:
· Kegiatan Intelijen
Menyangkut pencarian berbagai
kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
· Kegiatan Desain
Tahap ini menyangkut pembuatan
pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan yang mungkin
dilakukan.
· Kegiatan Pemilihan
Pemilihan serangkaian kegiatan
tertentu dari alternative yang tersedia.
http://rifaisukasuka.blogspot.com/2012/11/konflik-dan-pengambilan-keputusan.html