Rabu, 21 November 2012

Tugas 3 : Teori organisasi umum 1#

NAMA       :  RIO FAKHROZI
NPM          :  16111244
KELAS     :  2KA24



1.     Sebutkan dan Jelaskan Jenis-Jenis Konflik

Konflik organisasi (Organizational conflik) adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok organisasi yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan- kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik organisasi juga dapat diartikan sebagai perilaku anggota organisasi yang dicurahkan untuk beroposisi terhadap anggota yang lain.
Pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh, atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting.
Perbedaan konflik dan persaingan (kompetisi) terletak pada apakah salah satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada, bila tujuan pihak- pihak yang terlibat adalah tidak sesuai tetapi pihak- pihak tersebut tidak dapat saling mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaing untuk memenuhi target, bila tidak ada kesempatan untuk mengganggu pencapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesempatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan, maka akan timbul konflik.

Jenis-jenis konflik
§  Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)
§  Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
§  Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
§  Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
§  Konflik antar atau tidak antar agama
§  Konflik antar politik.


2.     Sebutkan Sebab-Sebab Timbulnya Konflik.

Faktor- faktor penyebab konflik beraneka ragam, yaitu:

1. Komunikasi: pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti atau informasi yang mendua dan tidak lengkap serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

2. Struktur: Pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan- kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok- kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3. Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau nilai- nilai social pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka dan perbedaan dalam nilai- nilai atau persepsi.

4. Kelangkaan sumber daya dan dana yang langka. Hal ini karena suatu individu atau organisasi yang memiliki sumber daya dan dana yang terbatas.

5. Saling ketergantungan pekerjaan.

6. Ketergantungan pekerjaan satu arah. Berbeda dengan sebelumnya, ketergantungan pekerjaan satu arah berarti bahwa keseimbangan kekuasaan telah bergeser, konflik pasti lebih tinggi karena unit yang dominan mempunyai dorongan yang sedikit saja untuk bekerja sama dengan unit yang berada di bawahnya.

7. Ketidakjelasan tanggung jawab atau yurisdiksi. Dalam hal tertentu, pada dasarnya orang memang tidak ingin bertanggung jawab, terlebih mengenai hal- hal yang berakibat tidak atau kurang menguntungkan. Apabila hal ini menyangkut beberapa pihak dan masing- masing tidak mau bertanggung jawab maka kejadian seperti ini dapat menimbulkan konflik.

8. Ketidakterbukaan terhadap satu sama lain

9. Ketidaksalingpercaya antara satu orang dengan orang lain dalam organisasi.

10. Ketidakjelasan pola pengambilan keputusan, pola pendelegasian wewenang, mekanisme kerja dan pembagian tugas.

11. Kelompok pimpinan tidak responsitif terhadap kebutuhan dan aspirasi para bawahannya.

12. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.

3. Contoh Konflik Dalam Organisasi.

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:

1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama. Hal ini sering disebabkan oleh perbedaan- perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan seperti antara manajer dan bawahan.

3. Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka, seperti seorang individu dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma- norma kelompok.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama. Karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.

5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, harga- harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien.

Contoh Konflik dan Solusi Mengatasinya
Dipublikasi pada Maret 26, 2010 oleh tian_septian
Oleh :
Septian Prima Rusbariandi
11208153/ 2EA03

Awalnya Bantu Orangtua, Lama-lama Terjebak…
Laporan wartawan KOMPAS, Ester Lince Napitupulu
Senin, 15 Juni 2009 | 09:56 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Banyak anak usia wajib belajar yang putus sekolah karena harus bekerja. Kondisi itu harus menjadi perhatian pemerintah karena anak usia wajib belajar mesti menyelesaikan pendidikan SD-SMP tanpa hambatan, termasuk persoalan biaya.
Demikian pernyataan itu dikemhttp://anisavitri.files.wordpress.com/2009/07/pemulunganak.jpg?w=294&h=228ukakan oleh Unifah Rosyidi, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), di acara pelatihan tentang Pengurangan Pekerja Anak kerja sama PGRI – ILO IPEC di Jakarta, yang berlangsung sejak Sabtu hingga Senin (15/6) ini. Berdasarkan data survei anak usia 10-17 tahun yang bekerja, seperti dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik pada 2006, tercatat sebanyak 2,8 juta anak telah menjadi pekerja.
Unifah mengatakan, dari hasil studi tentang pekerja anak yang dilakukan PGRI dengan ILO-East tahun 2008 di Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Papua Barat, ditemukan bahwa anak-anak usia 9-15 tahun terlibat dengan berbagai jenis pekerjaan yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik, mental-emosional, dan seksual.
“Awalnya mereka membantu orangtua, tetapi kemudian terjebak menjadi pekerja permanen. Mereka sering bolos sekolah dan akhirnya putus sekolah,” kata Unifah.
Karena itu, lanjut Unifah, bagi anak-anak miskin, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) saja belum cukup. Pemerintah dan sekolah juga mesti memikirkan pemberian beasiswa tambahan untuk pembelian seragam dan alat tulis, serta biaya transportasi dari rumah ke sekolah agar anak-anak usia wajib belajar tidak terbebani dengan biaya pendidikan.
Solusi dalam menyikapi konflik diatas:
Sudah bukan hal baru lagi ketika kita mendengar kemiskinan menjadi suatu polemik yang selalu menghantui masyarakat ekonomi kelas bawah. Pendidikan yang seharusnya dikenyam seluruh lapisan masyarakat, khususnya di usia anak-anak, harus terbengkalai tak terurus begitu saja dikarenakan himpitan ekonomi yang menyelimutinya. Seperti uraian permasalahan tercantum diatas, tak seharusnya pula kita berhenti untuk berfikir bagaimana agar sekiranya konflik semacam itu dapat dihindari atau paling tidak dapat diminimalisir seoptimal mungkin.
Seorang anak seolah merasa terpaksa membantu orangtuanya dengan bekerja turut mencari penghasilan tambahan, namun karena desakan berbagai faktor, seperti waktu, rasa lelah seusai bekerja, tidak terfokusnya pikiran, ataupun hubungan sosial dengan temannya, jelas secara perlahan hal tersebut akan menyebabkan si anak mengeluarkan keputusan untuk berhenti sekolah. Sangat disayangkan memang, ibarat melakukan pengorbanan untuk dapat meraih sepeser uang dengan cara membayarnya dengan pendidikan, yang notabene nilai pendidikan ialah jelas jauh punya nilai guna dikemudian hari kelak. Bahkan cukup ironi jika ada orangtua dari keluarga ekonomi kurang mampu yang sampai beranggapan bahwa bersekolah dikatakan hanya akan menambah pengeluaran dari pengahasilan yang telah didapatnya.
Pemerintah pun sebagai wahana dalam memberikan pelayanan dirasa belum efektif dalam mengayomi masyarakatnya. Program-program pemerintah yang ditujukan kepada sekolah dasar sampai sekolah menengah, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ataupun Dana program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM untuk pendidikan faktanya belum cukup untuk mensiasati permasalah ini. Karena permasalahan akan sekolah tidak bisa berhenti hanya dengan pembayaran iuran SPP saja, tapi juga perlu diperhatikan permasalahan lain yang cukup berpengaruh terhadap sisi psikologis anak misalnya masalah pembelian buku pelajaran, biaya transportasi, biaya seragam sekolah dan juga tak ketinggalan status sosial anak dimata anak-anak yang mungkin lebih mampu yang disinyalir sebagai penyebab munculnya rasa malas dating ke sekolah yang ujungnya ialah berhenti bersekolah.
Kini menjadi tugas urgen bagi Pemerintah maupun orangtua untuk sekiranya dapat berfikir mengeluarkan inisiatif demi mengatasi konflik semacam ini, orangtua sebagai orang terdekat dengan anak sudah seharusnya berfikir jernih untuk dapat memberikan pengarahan yang lebih tepat bagi anak-anaknya, orangtua harus menyadari bahwa si anak haruslah diberikan haknya untuk memperoleh pendidikan, memberikan pengarahan agar anak meyakini bahwa pendidikan merupakan bekal penting dalam menjalani kehidupan dan orangtua pun, khususnya ayah, harus menyadari bahwa menafkahkan keluarga itu sudah merupakan kewajibannya.
Berbicara seorang ayah atau orangtua yang menganggur, dalam hal ini jelas perlu adanya turun tangan pemerintah untuk memberikan perhatian penuh akan problem ini. Pemerintah haruslah secara intensif dan gencar-gencarnya untuk terus memberikan penyuluhan pengajaran keterampilan bagi masyarakat pengangguran, untuk kemudian memberikan modal yang sepantasnya demi membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat tak mampu. Sehingga jika memang orangtua sudah merasa cukup dengan ekonominya, sudah barang tentu si anak akan di sekolahkan sesuai tuntutan yang berlaku.
Bagitu pula halnya, dengan sikap golongan-golongan masyarakat ekonomi sangat mampu, sungguh sangat diharapkan timbulnya rasa humanisme atau kepedulian sosial terhadap masyarakat miskin yang ada. Jujur saja sangatlah lucu ketika jurang antara si Kaya dan si Miskin masih sangat curam, disatu sisi si Miskin yang untuk mengenyam pendidikan dasarpun harus terhalang karena himpitan ekonomi, sedangkan di sisi lain sebagian oknum dari pihak si Kaya masih seolah tidak melihat masyarakat kelas bawah yang ada dihadapnnya. Lebih lanjut, memang perlu adanya kesadaran terhadap pribadi-pribadi jiwa manusia untuk menumbuhkan rasa keadilan. Dalam hal kehidupan beragama, Islam pun sebenarnya sangat menekankan pengaturan distribusi ekonomi yang adil agar ketimpangan di dalam masyarakat dapat dihilangkan. Firman Allah SWT, “… supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu …” (QS. Al-Hasyr : 7). Selebihnya peran pemerintah sebagai saran atau mediator dalam mengkoordinir masyarakatnya sangatlah dibutuhkan agar sistem yang seharusnya dijalankan tidak terdiam hanya terpaku seolah tak ada jalan keluar terhadap permasalahan yang melanda warganya. Dan kita sebagai individu manusia sekiranya turut juga berperan agar bisa lebih berkontribusi terhadap masyarakat kelas bawah agar dapat hidup bersama berdampingan tanpa melupakan hak yang sudah sepantasnya mereka peroleh. ()



4.  Proses Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah menentukan suatu jalan keluar dengan berkomunikasi secara bersama - sama. Keputusan terdiri dari :

·         Keputusan Strategis
Yaitu keputusan yang dibuat oleh manajemen puncak dari suatu organisasi.
·         Keputusan Taktis
Keputusan yang diambil oleh manajement menengah.
·         Keputusan Operasional
Keputusan yang dibuat oleh manajemen bawah.

Pengambilan keputusan secara universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai alternative. Pengertian ini mencakup baik pembuatan pilihan maupun pemecahan masalah. Langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan:
Menurut Herbert A. Simon, Proses pengambilan keputusan pada hakekatnya terdiri atas tiga langkah utama, yaitu:
·                     Kegiatan Intelijen
Menyangkut pencarian berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
·                     Kegiatan Desain
Tahap ini menyangkut pembuatan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan yang mungkin dilakukan.
·                     Kegiatan Pemilihan
Pemilihan serangkaian kegiatan tertentu dari alternative yang tersedia.


http://rifaisukasuka.blogspot.com/2012/11/konflik-dan-pengambilan-keputusan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar